Tingkat kematian akibat bunuh diri menjadi salah satu dari 20 penyebab kematian terbesar di dunia, sedangkan di beberapa negara berada pada posisi tiga teratas penyebab kematian kelompok umur 15-44 tahun. Meskipun banyak hal dilakukan untuk mencegah tindakan bunuh diri, berkolaborasi dengan media massa menjadi salah satu faktor yang penting.
Pada tahun 2012 lalu, ketakutan akan pengaruh Internet terhadap tindakan bunuh diri meningkat di Inggris Raya setelah 5981 orang melakukan bunuh diri. Seorang pebalerina berbakat, Tallulah Wilson, 15 tahun, melempar dirinya ke kereta api setelah menciptakan sosok alter-ego dirinya sendiri di Internet. Melalui blog-nya yang diikuti oleh 18.000 followers, Wilson kerap menulis artikel dari sudut pandangalter-ego nya yang seorang pemabuk dan pecandu kokain.
Menurut Hawton & Williams, berita dan liputan mengenai bunuh diri yang disebabkan oleh media massa menyebabkan meningkatnya tindakan bunuh diri secara sementara. Rutinnya, Internet digunakan oleh anak muda sebagai sumber informasi. Pengaruh media baru ini terhadap tindakan bunuh diri memang belum bisa diklarifikasi secara pasti. Sejumlah peneliti berpendapat kalau informasi tentang bunuh diri bisa menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi, sedangkan sebagian besar ilmuwan lainnya lebih menekankan resiko terjadinya bunuh diri kelompok.
Dua sisi mata Internet
Di sisi lain, ada indikasi yang menyebutkan kalau forum-forum bunuh diri di Internet dapat membatu mencegah tindakan bunuh diri jika berfungsi sebagai kelompok self-support untuk orang-orang yang memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Situs yang merekomendasikan pengunjungnya untuk melakukan tindakan bunuh diri berdiri bersebelahan dengan situs yang membeberkan pencegahan agar tindakan merugikan diri sendiri dan orang lain ini tidak terjadi. Akibatnya banyak pihak yang mencoba untuk memperbaiki konten pencegahan bunuh diri agar bisa lebih memberikan pengaruh yang positif.
Para ilmuwan di Oxford menyimpulkan kalau forum-forum di Internet bisa memberikan dukungan untuk para anak muda yang terisolasi. Pun begitu, mereka juga menyatakan kalau Internet memiliki kaitan terhadap meningkatnya angka bunuh diri. Jurnal yang diterbitkan di PLOS ONE menunjukkan kalau anak-anak muda yang memiliki resiko menyakiti diri sendiri dan melakukan tindakan bunuh diri kerap tampil online lebih lama ketimbang remaja pada umumnya.
Tim dari Oxford menganalisa sebanyak 14 studi dan menemukan kontradiksi apakah Internet memiliki pengaruh yang lebih positif atau lebih negatif. Kecanduan yang parah pada Internet juga berkaitan erat dengan keinginan untuk menyakiti diri sendiri serta meningkatkan depresi serta keinginan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Ulasan dari Oxford juga menyebutkan, lebih dari setengah anak muda (59%) yang diwawancara mengatakan mereka mencari tahu tentang cara melakukan bunuh diri secara online.
Sementara 15 remaja yang pernah melakukan tindakan menyakiti diri sendiri, 80% di antaranya mereka mencari tahu lewat Internet. Sedangkan 73% dari 34 remaja yang menyakiti diri sendiri dengan cara menyayat bagian tubuh mereka mengatakan kalau mereka juga mencari tahu terlebih dahulu melalui Internet.
Menurut chartsbin.com, ada beberapa fakta tentang tindakan bunuh diri yang terjadi di dunia ini. Lebih dari satu juta orang meninggal setiap tahunnya akibat bunuh diri. Sedangkan angka rata-rata bunuh diri global adalah 16 orang per 100.000 populasi penduduk. Secara keseluruhan, seseorang meninggal setiap 40 detik sekali karena bunuh diri. Dan sebanyak 1,8% kematian yang terjadi di dunia dikarenakan bunuh diri dan lebih mengerikan lagi angka rata-rata bunuh diri global meningkat sebanyak 60% selama 45 tahun terakhir.
Resiko Cyber-bullying terhadap anak muda
Ulasan yang dilakukan oleh tim dari Oxford pun menyoroti masalah cyber-bullying. Bullying yang dilakukan secara online bisa mendorong anak muda yang rentan untuk menyakiti diri sendiri. Satu studi juga menyimpulkan cyber-bullying dapat meningkatkan angka resiko bunuh diri. Penelitian ini menyebutkan 18% cyber-bullying dilakukan melalui email, 16% melalui aplikasi pertukaran pesan, 14% melalui MySpace, dan 10% melalui forum-forum diskusi.
Profeson Paul Montgomery dari Center Evidence-Based Intervention di Universitas Oxford mengatakan, “Kami tidak menyebutkan kalau semua anak muda yang menggunakan Internet akan memiliki keinginan untuk melakukan tindakan bunuh diri. Kami mengatakan anak muda yang rentan yang online bisa menemukan cara menyakiti diri sendiri dan melakukan bunuh diri dengan mudah. Pertanyaannya apakah konten online memicu tindakan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri? Kami menemukan kaitan antara keduanya.” jelasnya.
Bagi para pengguna Facebook di Amerika Serikat, perusahaan yang dipimpin oleh Mark Zuckerberg ini mengumumkan kalau penggunanya akan bisa mengirimkan pertolongan kepada teman mereka yang terlihat menunjukkan kecenderungan bunuh diri. Saat membuka Facebook, mereka akan menotifikasi pengguna “berbendera” agar bisa berhubungan dengan National Suicide Prevention Lifeline, seorang teman, atau mendapatkan bantuan bagaimana mereka bisa melewati cobaan yang tengah dihadapi.
Hal ini tentu menjadi angin segar bagi para pengguna Facebook, dan pengguna media sosial secara umum. Bagaimana tidak? Di saat ada pengaruh Internet terhadap kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri dan melakukan tindakan bunuh diri, sistem seperti ini diperlukan untuk mengurangi sekaligus mencegahnya.